Tuesday, December 31, 2013

RAHASIA DIBALIK PENGGUNAAN "ART" PADA ANDROID KITKAT 4.4

Rahasia dibalik penggunaan ART pada Android Kitkat 4.4

Seperti yang kita ketahui, Google telah melakukan perombakan besar-besaran secara system pada versi Android terbarunya, KItkat 4.4 fitur-fitur tambahannya sudah banyak dibahas diberbagai media online sejak rumornya ada sampai sekarang ini. Namun yang paling dirasa menarik adalah saat penjelasan perbedaan Runtime Compiler dari Kitkat 4.4 ini, dimana pada Android versi terdahulu masih menggunakan Dalvick Cache untuk menjalankan semua aplikasinya. Sedangkan pada Kitkat 4.4 ini, Android menggunakan ART (Android RunTime), yang dikumandangkan memiliki banyak kelebihan dalam hal responsifitas, efektifitas dan efisiensi daya??
Sangat menarik untuk mendalami lebih lanjut mengenai ART ini, karena system ini disinyalir bisa membuat Android mengejar, bahkan melampaui iOS secara “fluiditas” system. Yang memang sudah menjadi rahasia umum bahwa dengan spesifikasi hardware 2x lipat pun respond an kecepatan OS Android dalam mengeksekusi & menjalankan sebuah aplikasi biasanya masih belum bisa menyamai iOS.
Berikut sedikit banyak info tambahan mengenai perbedaan diantara Dalvick dan ART.
Category
DALVICK RUNTIME COMPILER
ART RUNTIME COMPILER
Used File
Traditional DEX
AOT, dex2AOT
Execution Method
JIT (Just In Time) compiler
Ahead-of-Time Compilation
Storage Used
Smaller
Bigger
Installation times
Quick
Slow



Dari table diatas kita bisa melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing Runtime Compiler yang ada, dan ART menawarkan performa yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan Dalvick. Secara teknis pada Dalvick, developer hanya mengkompile sebagian dari keseluruhan aplikasi dan kode hasilnya harus melewati interpreter yang ada disetiap device, setiap kali aplikasi dijalankan. Proses ini seringkali menimbulkan overhead dan tentu saja tidak efisien secara particular. Namun cara seperti ini menjamin kemudahan aplikasi berjalan pada berbagai macam arsitektur & perangkat keras. Sedangkan ART diatur sedemikian rupa agar meng-pra-kompile bytecode dari semua aplikasi yang ada kedalam bahasa mesin/device saat pertama kali dinstall, mengubahnya menjadi aplikasi bawaan. Proses itulah yang disebut kompilasi secara AOT, dengan menghilangkan waktu kompilasi VM yang baru dan interpreter kode yang ada, waktu eksekusi bisa dipangkas secara jauh dan proses berjalannya aplikasi pun meningkat secara cepat.       
Saat ini Google membawakan ART dalam tahap percobaan, agar para vendor perangkat keras dan pengembang aplikasi bisa mempelajarinya. Karena dalam presentasi pengenalannyapun Google jelas-jelas memberikan peringatan bahwa dengan menggunakan ART ini bisa merusak aplikasi dan stabilitas system terganggu. Mungkin ART memang belum 100% terlihat hasilnya, namun potensi yang dimiliki oleh system ini sangat baik. 
Bukti yang sudah terlihat adalah hasil benchmark beberapa aplikasi saat menggunakan ART memiliki peningkatan hampir 100% atau setara dua kali lipat dibandingkan dengan Dalvick. Ini berarti waktu tunggu, eksekusi tugas pada prossesor akan lebih cepat dijalankan, membuat system lebih banyak memiliki waktu sisa/santai. Aplikasi kebanyakan juga akan mendapat keuntungan dengan animasi yang halus, respon yang lebih cepat dan sensor data yang lain. Apalagi device sekarang banyak yang menggunakan dual bahkan quad core, akan banyak aktifitas yang hanya membutuhkan core yang speednya lebih rendah, bahkan sangat mungkin penggunaan yang lebih efisien pada core berdaya rendah milik ARM dengan arsitektur big.LITTLE-nya.

Kekurangan ART ini pada besaran file aplikasi yang bertambah dikarenakan kompilasi secara penuh pada kode mesin membutuhkan lebih banyak tempat dibandingkan dengan bytecode. Ini karena setiap symbol pada bytecode menggantikan beberapa intruksi pada kode mesin. Besaran kenaikan ukuran aplikasinya juga berada dikisaran 10-20% saja, tentunya tidak akan terlalu mencolok.
Terlihat sangat menjanjikan memang, tentunya jika aplikasi yang dipakai mendukung ART. Dan untuk memastikan apakah aplikasi yang digunakan bisa berjalan dengan baik pada ART, tidak ada jalan lain lagi selain mencobanya sendiri. Untuk dapat menjalankannya tentunya pertama kali harus mengupgrade versi Android kita ke Kitkat 4.4, dan jika menunggu update dari Google kiranya cukup lama. Untuk beberapa device sungguh sangat beruntung sudah memiliki CM11 sebagai persamaan dari Kikat 4.4 ini.
Sayangnya jika ingin mencoba aplikasi yang kita pakai bisa berjalan pada ART, waktu yang dibutuhkan untuk merubah dari Dalvick ke ART cukup lama, setelah memilihnya pada “Setting/Developer” tentunya kita harus mereboot device kita untuk megenerasi semua file aplikasi kita menjadi OAT. Bisa dibayangkan jika kita memiliki ratusan aplikasi, berapa lama harus menunggu??  Dan dengan kekurangan pada lebih besarnya ukuran file aplikasi yang diperlukan daripada dengan menggunakan Dalvick, metode ART ini sedikit memiliki kendala. Terutama jika device yang menggunakannya termasuk dalam kategori low level dengan storage terbatas.
Semua kembali lagi pada pilihan, apakah jika memiliki kesempatan untuk mencoba ART kita akan melakukannya, atau cukup dizona aman saja dengan Dalvick Cache. Setiap hal baru pasti ada resiko yang harus ditempuh, demi hasil yang memuaskan……..so take it or leave it, up to you Guys.
Khusus untuk mengetahui kompatibiltas aplikasi yang kita gunakan, teman kita bippi79 dari xda-dev menyediakan sebuah web
penuh dengan detail data aplikasi apa saja yang bisa berjalan pada ART ini. Jika aplikasi yang kita gunakan tidak ada pada daftar diweb itu, cukup PM bippi79 dan dia akan memberikan informasi apakah aplikasi yang kita tanyakan/inginkan bisa berjalan diART.
Sumber :
1.       www.android-police.com
2.       www.xda-developers.com

3.       http://www.teknologi.com
Read more »

Friday, December 27, 2013

MANAGEMENT MEMORY PADA KITKAT 4.4

MANAGEMENT MEMORY PADA KITKAT 4.4

Kitkat 4.4 merupakan versi Android terbaru yang dirancang untuk berjalan cepat, halus , dan responsif pada berbagai perangkat dengan jangkauan lebih luas dari versi sebelumnya,  termasuk pada jutaan perangkat entry-level yang sudah ada sebelumnya dengan minimal RAM 512MB . Hal ini sudah menjadi berita menyenangkan bagi para pengguna OS Android. Tapi ada baiknya kita lebih tahu mengapa OS dengan versi terbaru justru bisa bekerja dengan spesifikasi hardware yang lebih rendah. Apakah strategi yang diusung oleh Google kali ini sama dengan saat Microsoft mengeluarkan Vista yang dikenal sangat rakus hardware & lamban, kemudian tidak lama memberikan perbaikan (read: inovasi) besar-besaran dengan Windows 7-nya.
Kita semua tahu Android masih dalam tahap pengembangan, setidaknya itulah yang bisa dirasakan dari OS ini. Mungkin jika boleh dikatakan Android ini lebih menunjukkan “developer experience” bukan “user experience” seperti mendiang SJ katakan mengenai iOS-nya, hal ini juga sesuai semangat awal dari Andy Rubin ketika mengawali OS ini berbasiskan Kernel dari pemograman Linux yang bersifat terbuka agar bis menjadi penantang OS smartphones lain dengan system yang berbeda.  Sedangkan iOS oleh SJ sudah memiliki lebih banyak pengalaman dalam bidang pengoperasian computer dengan produk-produk mereka sebelumnya diranah PC dan menuai hasil yang sangat baik/popular.


Dengan hadirnya Kitkat 4.4 ini penulis rasa Android akan semakin bisa berbicara banyak diranah jagad Smartphones, selain kelebihan-kelebihan yang sudah ada seperti system terbuka, ecosystem aplikasi, dan kemudahan kustomisasi.  Ditambah lowRAM usage sekarang ini, tentunya akan menjadi jurus baru yang sangat jitu untuk menghilangkan “kelemahan” system ini pada versi sebelumnya.
Secara teknis bisa dijelaskan pada KitKat system berusaha untuk terus mensejajarkan setiap komponen utama agar mengurangi penggunaan memori (bebas hambatan), memperkenalkan API baru dan alat-alat untuk membantu pembuatan aplikasi yang responsif ,memori - efisien dan inovatif.
OEM (Original Equipment Manufacturer) membangun generasi berikut dari perangkat Android agar dapat mengambil keuntungan dari rekomendasi dan pilihan yang ditargetkan untuk menjalankan Android 4.4 secara efisien , bahkan pada perangkat dengan 512RAM . Peningkatan Kode Dalvik JIT Cache, Kernel Samepage Merging ( KSM ) , swap zRAM , dan optimasi lain yang bisa membantu mengelola memori . Pilihan konfigurasi yang baru memungkinkan OEM meracik memory level untuk proses yang sedang bekerja , menetapkan grafis cache, reclaim memori kontrol, dan banyak lagi.
Pada Android sendiri , perubahan yang terjadi pada seluruh sistem menjamin peningkatkan manajemen memori dan mengurangi jejak memori . Proses pada Sistem inti dipangkas agar tidak menumpuk, dan lebih agresif melindungi memori sistem dari aplikasi yang mengkonsumsi RAM dalam jumlah besar . Ketika beberapa layanan mulai secara bersamaan , misal saat terjadi perubahan pada konektivitas jaringan, Android 4.4 ini sekarang menjalankan layanan secara serial , pada kelompok-kelompok kecil , untuk menghindari penggunaan memori sampai memuncak .

Bagi para pengembang , Android 4.4 membantu untuk memberikan aplikasi yang efisien dan responsif pada semua jenis perangkat . Sebuah API (Android Application Interface) yang baru , ActivityManager.isLowRamDevice ( ) , memungkinkan para Dev menyesuaikan perilaku aplikasinya agar sesuai dengan konfigurasi memori perangkat . Para Dev dapat memodifikasi atau menonaktifkan fitur large-memory seperlunya , tergantung pada masing-masing penggunaan,dan ini sangat mendukung pada perangkat entry-level .
Adapun cara baru dimana kita bisa melihat secara mendalam penggunaan memori aplikasi yang dijalankan . “Procstats” akan memberikan rincian penggunaan memori dari waktu ke waktu , dengan jangka waktu dan jejak memori untuk aplikasi yang terdapat pada latar depan dan yang berjalan dibelakang . Dan “on-device view” ini juga tersedia pada menu “developer” . Meminfo tool ditingkatkan fungsinya agar lebih mudah untuk melihat memory-trend dan issues , dan dapat juga melihat overhead memori yang sebelumnya tidak pernah muncul.

Sumber :
Read more »

Tuesday, December 24, 2013

PERKEMBANGAN PENGGUNA INTERNET DIINDONESIA

PERKEMBANGAN PENGGUNA INTERNET DIINDONESIA
Merujuk pada perkembangan saat ini, dimana hampir semua orang menggunakan smartphones sebagai alat komunikasi, khususnya menggunakan Internet, untuk Indonesia sendiri hal ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berikut table hasil survey penggunaan Internet diIndonesia sejak 1998 s/d 2012 menurut  APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia).

Sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau 24,23 persen dari total populasi negara ini. Tahun depan, angka itu diprediksi naik sekitar 30 persen menjadi 82 juta pengguna dan terus tumbuh menjadi 107 juta pada 2014 dan 139 juta atau 50 persen total populasi pada 2015.

"Perbandingan pertumbuhan internet Indonesia ini masih sejalan dengan pertumbuhan internet dunia," ujar  Ketua Umum APJII Sammy Pangerapan dalam acara Internet Outlook 2013 di Jakarta, Rabu (12/12/2012), seraya menambahkan bahwa dalam hal jumlah pengguna internet, Indonesia menempati urutan kedelapan di seluruh dunia.

Pengguna internet global sendiri, menurut International Telecommunication Union (ITU) mencapai angka 2, 421 miliar pada 2011 dari 2, 044 miliar pada tahun sebelumnya.
Dari hasil survey tersebut  kita dapat melihat bahwa mulai dari tahun 2007 perkembangan pengguna Internet diIndonesia mengalami kenaikan yang signifikan, persentase sebanyak 93% disinyalir menggunakan Internet untuk mengakses jejaring social seperti Facebook dan Twitter. Penetrasi Internet diIndonesia sendiri masih dalam angka wajar, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia angkanya sendiri hanya 23,5%. Hanya sebanyak 40% di antaranya mengakses internet lebih dari 3 jam sehari. Adapun jumlah pengguna internet yang menggunakan perangkat mobile seperti ponsel dan tablet mencapai 58 juta jiwa.
Untuk penggunaan Facebook Indonesia menempati peringkat 4 diDunia setelah USA, Bazil,India. Sedangkan untuk penggunaan Twitter peringkat Indonesia ada dinomor ke-5 dibawah USA, Brazil, Jepang dan Inggris.
Menurut data dari Webershandwick, perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, untuk wilayah Indonesia ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif. Sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya, 55 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile dalam pengaksesannya per bulan dan sekitar 28 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile per harinya.
Pengguna Twitter, berdasarkan data PT Bakrie Telecom, memiliki 19,5 juta pengguna di Indonesia dari total 500 juta pengguna global. Twitter menjadi salah satu jejaring sosial paling besar di dunia sehingga mampu meraup keuntungan mencapai USD 145 juta.
Produsen di jejaring sosial adalah orang-orang yang telah memproduksi sesuatu, baik tulisan di Blog, foto di Instagram, maupun mengupload video di Youtube.
Kebanyakan pengguna Twitter di Indonesia adalah konsumen, yaitu yang tidak memiliki Blog atau tidak pernah mengupload video di Youtube namun sering update status di Twitter dan Facebook.
Selain Twitter,  jejaring sosial lain yang dikenal di Indonesia adalah  Path dengan jumlah pengguna 700.000 di Indonesia. Line sebesar 10 juta pengguna, Google+ 3,4 juta pengguna dan Linkedlin 1 juta pengguna.
            Pasar yang sangat potensial tersebut sayangnya tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai, dalam hal ini kecepatan akses Internet yang masih dibawah Negara-negara tetangga dan harus diakui memang “tidak” ngebut. Memang ada menunjukkan sedikit peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut riset State of Internet dari Akamai, kecepatan koneksi rata-rata internet di Indonesia di kuartal 1 2013 adalah 1,53 Mbps.

Tingkat kecepatan internet tersebut lebih baik dari beberapa negara tetangga. Misalnya Filipina yang hanya 1,42 Mbps ataupun Vietnam dengan 1,43Mbps.Hal ini tentu tidak dapat dibanggakan jika melihat sumberdaya Negara kita, namun itu semua biasa memang terkendala pada pemerintah. Mulai dari birokrasi yang rumit dan segala macam penerapan teknologi baru yang sulit diterapkan jika melalui swasta dan tidak melalui BUMN terlebih dahulu. Sedangkan “kebijakan” itu tidak didukung oleh komitmen dan kesungguhan dari pemerintah sendiri untuk  mengembangkan infrastruktur dinegeri kita ini tanpa ada embel-embel keuntungan pribadi dari para aparaturnya. Padahal rasa malu sesungguhnya cukup menjadi daya lecut Negara ini agar bisa tumbuh cepat tanpa banyak kepentingan. Jika dilihat negara seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, Indonesia ketinggalan. Apalagi dibandingkan Korea Selatan atau Jepang yang kecepatan aksesnya sudah mencapai 14,1Mbps dan Jepang dengan 11,5Mbps.
Semoga kedepannya Indonesia lebih bisa berbicara banyak dalam percaturan teknologi dunia, menjadi pemimpin dalam hal ini dan bukan hanya sebagai follower saja seperti sekarang (pengguna jejaring social).
Sumber :

Read more »